Selasa, 11 Mei 2010

GUNUNG GALUNGGUNG

galunggung

Gunung Galunggung merupakan gunung berapi dengan ketinggian 2.167 meter di atas permukaan laut, terletak sekitar 17 km dari pusat kota Tasikmalaya. Terdapat beberapa daya tarik wisata yang ditawarkan antara lain obyek wisata dan daya tarik wanawisata dengan areal seluas kurang lebih 120 hektar di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Obyek yang lainnya seluas kurang lebih 3 hektar berupa pemandian air panas (Cipanas) lengkap dengan fasilitas kolam renang, kamar mandi dan bak rendam air panas.

Gunung Galunggung mempunyai Hutan Montane 1.200 – 1.500 meter dan Hutan Ericaceous > 1.500 meter.

Galunggung adalah gunungapi aktif strato tipe-A yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya dan Garut, Jawa Barat (lihat Gambar 2) dengan koordinat geografis sekitar 7° 15′ LS dan 108°03′ BT. Galunggung mempunyai ketinggian 2168 m di atas muka laut dan 1820 m diatas dataran Tasikmalaya. Berdasarkan catatan dari DVMBG, gunung Galunggung menempati daerah seluas ±275 km2 dengan diameter 27 km (barat laut-tenggara) dan 13 km (timur laut-barat daya). Di bagian barat berbatasan dengan G. Karasak, dibagian utara dengan G. Talagabodas, di bagian timur dengan G. Sawal dan di bagian selatan berbatasan dengan batuan tersier Pegunungan Selatan. Secara umum, G. Galunggung dibagi dalam tiga satuan morfologi, yaitu: Kerucut Gunung Api, Kaldera, dan Perbukitan Sepuluh Ribu

galunggung.jpg galunggungbesar.jpggalunggung7kecil.jpg danau1.JPG

Kerucut gunung api, menempati bagian barat dan selatan, dengan ketinggian 2168 m diatas permukaan laut, dan mempunyai sebuah kawah tidak aktif bernama Kawah Guntur yang berbentuk melingkar berdiameter 500 meter dengan kedalaman 100 – 150 meter. Kerucut ini merupakan kerucut gunungapi Galunggung tua sebelum terbentuknya Kaldera, mempunyai kemiringan lereng hingga 30° di daerah puncak dan menurun hingga 5° di bagian kaki. Kaldera Galunggung berbentuk sepatu kuda yang terbuka ke arah tenggara dengan panjang sekitar 9 km dan lebar antara 2-7 km. Dinding Kaldera mempunyai ketinggian maksimum sekitar 1000 meter di bagian barat-barat laut dan menurun hingga 10 m di bagian timur-tenggara.

Di dalam kaldera terdapat kawah aktif berbentuk melingkar dengan diameter 1000 meter dan kedalaman 150 meter. Di dalam kawah ini terdapat kerucut silinder dengan ketinggian 30 meter dari dasar kawah dan kaki kerucut berukuran 250 x 165 meter yang terbentuk selama periode letusan 1982-1983. Pada Desember 1986, kerucut silinder ini tertutup oleh air danau kawah; dan pada 1997, setelah volume air danau kawah dikurangi melalui terowongan pengendali air danau, kerucut silinder ini muncul kembali di permukaan air danau. Perbukitan Sepuluh Ribu atau disebut juga perbukitan “Hillock”, terletak di lereng kaki bagian timur-tenggara dan berhadapan langsung dengan bukaan kaldera. Perbukitan ini menempati dataran Tasikmalaya dengan luas sekitar 170 km2, dengan jarak sebaran terjauh 23 km dari kawah pusat dan terdekat 6,5 km. Lebar sebaran nya sekitar 8 km dengan sebaran terpusat pada jarak 10 – 15 km. Jumlah bukit nya sekitar 3.600 buah dengan tinggi bukit bervariasi antara 5 sampai 50 meter di atas dataran Tasikmalaya dengan diameter kaki bukit antara 50 – 300 meter serta kemiringan lereng antara 15o – 45o. Perbukitan ini terbentuk sebagai akibat dari letusan besar yang menghasilkan kaldera tapal kuda dan melongsorkan kerucut bagian timur-tenggara, yang terjadi sekitar 4200 tahun yang lalu.

————————————————————————————————————————————————–

Catatan sejarah aktivitas letusan gunung Galunggung

Dalam sejarahnya Galunggung telah meletus empat (4) kali, yaitu pada 1822, 1894, 1918 dan 1982-83 dengan periode letusannya bervariasi dari beberapa jam hingga beberapa bulan [DVMBG, 2003]. Letusan 1822 terjadi dalam satu hari, pada tanggal 8 Oktober 1822, antara jam 13.00 hingga 17.00 WIB; sedangkan letusan 1894 terjadi selama 13 hari, pada tanggal 7-19 Oktober 1894. Letusan 1918 terjadi selama 4 hari, pada tanggal 16 – 19 Juli 1918, dan letusan 1982-83, terjadi selama 9 bulan, dari tanggal 5 April 1982 – 8 Januari 1983. Karakter letusan. Galunggung umumnya berupa erupsi leleran sampai dengan letusan yang sangat dahsyat yang berlangsung secara singkat atau lama, atau dari letusan yang bertipe Strombolian hingga Pellean.

—————————————————————————————————————————————————

Pemantauan aktivitas vulkanis gunungapi Galunggung

Mengingat potensi bahaya letusannya, aktivitas gunung Galunggung dipantau secara kontinyu (24 jam) di Pos Pengamatan Gunungapi Galunggung, di kampung Sayuran. Pemantauan dilakukan dengan peralatan seismometer serta secara visual. Pengamatan kegempaan dengan seismometer ini dimulai Sejak awal April 1982 sampai Semarang. Disamping itu, dilakukan pula secara berkala penelitian lapangan di daerah puncak, berupa pengukuran temperatur air danau kawah dan solfatara/fumarola serta pengamatan perkembangan pertumbuhan kerucut sinder. Pemantauan kemagnetan juga pernah dilakukan selama periode September 1982 – Maret 1983. Disamping itu pada periode letusan 1982-83, juga dilakukan pemantauan deformasi dengan dengan metoda ungkitan (dry tilt) dan pengukuran jarak secara elektronis menggunakan EDM (Electronic Distance Measurement). Sejak Juni 2001, Departemen Teknik Geodesi ITB bekerjasama dengan Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mulai melaksanakan pemantauan deformasi gunung Galunggung dengan metode Survei GPS [Abidin et al., 2002] yang berbasiskan pada pengamatan satelit GPS (Global Positioning System) [Abidin, 2000].

—————————————————————————————————————————————————

Pemantauan aktivitas vulkanis gunungapi Galunggung menggunakan GPS

Pemantauan aktivitas deformasi gunungapi yang berada di wilayah Jawa Barat mulai dilakukan dengan menggunakan teknologi GPS secara episodik (berkala) oleh peneliti dari KK Geodesi FTSL ITB yang bekerja sama dengan tim dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana alam Geologi (DVMBG) dan Nagoya University Jepang mulai tahun 1996 sampai sekarang, dimana salah satu gunung yang diamati adalah gunung Galunggung.

Survei GPS untuk studi deformasi gunung Galunggung telah dilaksanakan tiga kali, yaitu masing-masing pada tahun 1999, 2001 dan 2002. Jaring GPS yang disurvei terdiri atas 9 titik. Titik POS yang berada di halaman depan Pos Pengamatan gunung Galunggung di Kampung Sayuran digunakan sebagai titik referensi, dan dalam analisa deformasi dianggap sebagai titik stabil yang tidak mengalami deformasi. Survei GPS dilaksanakan oleh tim dari Jurusan Teknik Geodesi ITB dan Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dengan menggunakan tujuh receiver GPS tipe geodetik dua-frekuensi.

Di bawah ini adalah gambar-gambar dokumentasi survey lapangan pengambilan data GPS di titik-titik pantau deformasi gunung Galunggung. Titik Pantau dibangun di sekitar kawah gunung dan di bagian punggungan gunung.

kg01.JPG kg03b.jpg kg04a.jpg kg04b.jpg

Pemantauan deformasi gunung api dengan menggunakan GPS pada prinsipnya dapat dilakukan secara episodik atau kontinyu. Dalam pengamatan secara episodik, koordinat dari beberapa titik GPS yang dipasang pada gunung api, ditentukan secara teliti menggunakan metode survey GPS. Koordinat titik-titik ini ditentukan dalam selang periode tertentu secara berkala dalam selang waktu tertentu, dan dengan menganalisa perbedaan koordinat yang dihasilkan untuk setiap periode, maka karakteristik deformasi dari gunung api dapat ditentukan dan dianalisa.

Pemantauan deformasi secara kontinyu secara prinsip sama dengan pemantauan deformasi secara episodik, yang membedakannya hanya aspek operasional dari pemantauan. Dalam pemantauan deformasi secara kontinyu koordinat dari titik-titik GPS pada gunung api ditentukan secara real–time dan terus menerus dengan sistem yang disusun secara otomatis. Agar metode ini dapat dilakukan maka diperlukan komunikasi data antara titik-titik GPS pada gunung api dan stasiun pengamat.

Data yang dikumpulkan tiap survey selanjutnya diproses dan digabungkan dengan hasil pengolahan data survey sebelumnya untuk dianalisis karakteristik deformasi yang terjadi pada gunungapi Galunggung yang diamati. Strategi pengamatan dan pengolahan data yang optimal merupakan salah satu sasaran utama penelitian, untuk memperoleh hasil yang baik.

Dari hasil survei GPS yang telah dilaksanakan pada Juni 2001, Agustus 2002 dan Juni 2003 dapat disimpulkan bahwa pada saat ini gunung Galunggung belum menunjukkan tingkat deformasi yang membahayakan. Tingkat deformasi seandainyapun nyata masih berada pada level perubahan jarak horizontal sekitar 1-3 cm per tahunnya. Berdasarkan korelasi antara hasil ketiga survei GPS dengan hasil pemantauan kegempaan dengan seismometer, maka nampaknya tingkat deformasi dalam orde 1-3 cm per tahun tersebut belum merefleksikan tingkat aktivitas Galunggung yang membahayakan.

Dalam konteks kegiatan studi deformasi gunung Galunggung ini, disamping melanjutkan pelaksanaan metode survei GPS, korelasi yang lebih komprehensif antara karakteristik deformasi yang diperoleh dari GPS dengan karakteristik geologis, magmatis, dan hidrologis dari gunung Galunggung dan kawasan sekitarnya, juga akan ditelaah data pengcopyan dari Kelompok Ilmuan Geodesi ( Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB ) trims buat mereka yang telah menobservasi dan menganalisa Gunung Galunggung Tasik Malaya, semoga Ilmunya bermanfaat,…


sumber : http://tapala.wordpress.com/

Share|

TASIKMALAYA




Cikal bakal Kabupaten Tasikmalaya berasal dari Umbul Surakerta dengan ibukotanya Dayeuh Tengah. Daerah ini sekarang menjadi nama sebuah desa yang termasuk ke dalam Kecamatan Salopa, kira-kira 5 km sebelah Timur Kecamatan Sukaraja. Pada waktu itu, penguasa Negara Surakerta bernama Sareupeun Cibuniagung. Ia memiliki seorang puteri tunggal yang bernama Nyai Punyai Agung (Ageng). Nyai Punyai Agung menikah dengan Entol Wiraha yang menggantikannya menjadi penguasa Surakerta. Dari perkawinan tersebut lahirlah Wirawangsa, yang berkuasa di Surakerta menggantikan ayahnya.
Sewaktu Wirawangsa berkuasa, Surakerta statusnya menjadi umbul. Umbul Surakerta termasuk wilayah Priangan yang dipegang oleh Dipati Ukur Wangsanata.
Ketika Dipati Ukur diperintah Sultan Agung untuk menyerang Batavia bersama-sama tentara Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Bahurekso, Dipati Ukur membawa sembilan umbul, di antaranya, Umbul Surakerta, Wirawangsa. Tetapi Dipati Ukur gagal dalam penyerangan itu. Ia bersama sebagian tentaranya mengundurkan diri ke Gunung Pongporang yang terletak di Bandung Utara dekat Gunung Bukitunggul. Tindakannya dianggap oleh Mataram sebagai pemberontakan sehingga Dipati Ukur dikejar-kejar tentara Mataram.
Karena tindakan Dipati Ukur itu dianggap membahayakan, Sultan Agung memerintahkan untuk menangkapnya hidup atau mati dengan suatu perjanjian, bahwa barangsiapa yang berhasil menangkap Dipati Ukur akan diberi anugerah. Pada waktu itu yang menjadi bupati wedana di Priangan sebagai pengganti Dipati Ukur adalah Pangeran Rangga Gede, dan diminta untuk menangkap Dipati Ukur, tetapi tidak berhasil karena dia meninggal pada waktu menjalankan perintah itu.
Dipati Ukur tertangkap di daerah Cengkareng sekarang oleh tiga umbul Priangan Timur, kemudian dibawa ke Mataram, dan oleh Sultan Agung dijatuhi hukuman mati. Ketiga umbul yang ikut menangkap Dipati Ukur adalah Umbul Surakerta Ki Wirawangsa, Umbul Cihaurbeuti Ki Astamanggala, dan Umbul Sindangkasih Ki Somahita. Ketiga umbul tersebut juga menangkap delapan umbul lainnya yang biluk (setia) kepada Dipati Ukur. Atas jasanya, ketiga umbul tersebut diangkat menjadi mantri agung di tempatnya masing-masing. Ki Wirawangsa diangkat menjadi mantri agung Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha, Ki Astamanggala diangkat menjadi mantri agung Bandung dengan gelar Tumenggung Wiraangun-angun, dan Ki Somahita menjadi mantri agung Parakanmuncang digelari Tumenggung Tanubaya.
Setelah diangkat menjadi mantri agung Sukapura, kota kabupaten pun dipindahkan dari Dayeuh Tengah di Sukakerta ke Leuwi Loa (wilayah desa Sukapura) daerah Sukaraja sekarang, terletak di tepi sungai Ciwulan. Oleh karena ibukota pindah ke Sukapura, nama kabupaten pun disebut Kabupaten Sukapura. Perubahan nama Leuwi Loa menjadi Sukapura berdasarkan alasan karena di Leuwi Loa didirikan pura yang bermakna ‘kraton’ dan suka bermakna ‘asal’ atau ‘tiang’. Jadi, sukapura bermakna jejernya karaton karena di tempat inilah berdirinya bupati Sukapura yang pertama.
Raden Tumenggung Wiradadaha (Wiradadaha I) yang berjasa mendirikan Kabupaten Sukapura wafat, dan dimakamkan di Pasir Baganjing sehingga terkenal dengan sebutan Dalem Baganjing.
Pengganti Wiradadaha I adalah putranya yang ketiga yang bernama Raden Jayamanggala dengan gelar raden Tumenggung Wiradadaha II. Namun, Wiradadaha II tidak lama berkuasa karena pada tahun pengangkatannya sebagai tumenggung meninggal dunia karena dihukum mati. Keluarganya hanya mendapatkan tambela (keranda) yang berisi mayat Wiradadaha II. Oleh karenaitu, Wiradadaha II terkenal dengan julukan Dalem Tambela.
Setelah meninggal dunia, Raden Wiradadaha II digantikan oleh adiknya yang bernama Raden Anggadipa I, putra keempat Wiradadaha I. Setelah menjadi bupati, Raden Anggadipa bergelar Raden Tumenggung Wiradadaha III. Dia terkenal sebagai bupati Sukapura terkaya dan memiliki anak sebanyak 62 orang hingga ia dikenal dengan Dalem Sawidak.
Setelah meninggal dunia, Wiradadaha III digantikan oleh anaknya Raden Subangmanggala dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha IV. Raden Wiradadaha IV meninggal dunia dan dimakamkan di Pamijahan dekat gurunya Syeh Abdul Muhyi dan dikenal dengan sebutan Dalem Pamijahan.
Raden Wiradadaha IV digantikan oleh anak angkatnya yang bernama Raden Secapati. Raden Secapati adalah cucu Dalem Tamela. Setelah diangkat menjadi bupati, dia menggunakan nama Raden Tumenggung Wiradadaha V, tetapi lebih dikenal dengan sebutan Dalem Tumenggung Secapati.
Setelah wafat, Wiradadaha V digantikan oleh putranya yang bernama raden Jayangadireja dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VI. Ia menikahi putri bupati Parakanmuncang. Karena sering bertolak belakang dengan pemerintah Kolonial, Wiradadaha VI mengundurkan diri, dan digantikan oleh anaknya Raden Jayamanggala II dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VII atau Raden Adipati Wiratanubaya. Karena dimakamkan di Pasirtando, beliau terkenal dengan sebutan Dalem Pasirtando.
Pengganti Wiradadaha VII adalah putranya yang kelima Raden demang Anggadipa dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VIII. Ia terkenal dengan sebutanh Dalem Sepuh. Ketika ia menolak menanam nila, Wiraradaha VIII dipecat, Sukapura dialihkan ke Kabupaten Limbangan.
Kabupaten Sukapura didirikan kembali dengan bupatinya turunan bupati Sumedang, yakni raden Tumenggung Surialaga, yang lebih dikenal dengan sebutan Dalem Talun. Dua tahun kemudian, Dalem Talun mengundurkan diri, kabupaten Sukapura diserahkan kembali ke bupati Limbangan. Namun, selanjutnya dikembalikan lagi ke Wiradadaha VIII dari bupati Limbangan, kecuali daerah Suci dan Panembong.
Pada masa kekuasaan Widadaha VIII, Sukapura memiliki wilayah yang sangat luas. Wilayahnya meliputi sebagian dari Sumedang: Malangbong, Ciawi, Indihiang, Singaparna, dan Tasikmalaya; sebagian dari Galuh: Pasirpanjang, Banjar, Kawasen, Parigi, Cijulang, Mandala, Cikembulan, dan Kalipucang. Wilayah Sukapura asalnya hanya distrik Mangunreja, Panyeredan, Taraju, Sukaraja, Parung, Karang, Cikajang, batuwangi, Nagara (Pameungpeuk), tanah yang luas ini disebut Tanah Galunggung.
Karena terlalu luas, Kabupaten Sukapura dibagi tiga bagian, yakni afdeeling Sukapura Kolot, Sukapura, dan Tasikmalaya. Sukapura Kolot dengan ibukota Mangunreja meliputi dua afdeling, yakni afdeeling Mangunreja (Panyeredan, Karang, Sukaraja, Taraju, Parung), dan afdeeling Cikajang (Batuwangi, Kandangwesi, Nagara, dan Selacau). Sukapura meliputi dua afdeeling, yakni afdeeling Manonjaya (Pasirpanjang, Banjar, Kawasen) dan afdeeling Parigi (Parigi, Cijulang, Mandala, Cikembulan, dan Kalipucang). Afdeeling Tasikmalaya Tasikmalaya mencakup Ciawi, Indihiang, dan Malangbong.
Setelah memiliki wilayah yang luas, ibukota Sukapura di Sukaraja dipindahkan ke Manonjaya. Pada waktu itu, Wiradadaha VIII wafat dan dimakamkan di Tanjung Malaya. Kemudian digantikan oleh adiknya R.T. Danuningrat dengan gelar R.T. Wiradadaha IX, yang membangun Kota Manonjaya. Setelah wafat, Danuningrat digantikan Raden Rangga Wiradimanggala dengan gelar R.T. Wiratanubaya sebagai bupati Sukapura X.
Setelah wafat, R.T. Wiratanubaya lebih dikenal dengan sebutan Dalem Sumeren. Karena tidak punya anak, Wiratanubaya digantikan oleh Raden Rangga Tanuwangsa dengan gelar raden Wiraadegdaha (bupati Sukapura XI). Kemudian digelari Adipati sehingga namanya menjadi Raden Adipati Wiraadegdaha. Karena diturunkan dari jabatannya, R.A. Wiraadegdaha pindah ke Bogor dan terkenal dengan sebutan Dalem Bogor. Jabatannya digantikan adiknya Raden Demang Danukusumah, patih Manonjaya. Setelah menjadi bupati, namanya menjadi R.T. Wirahadiningrat, bupati Sukapura XII. Dia pernah diberi gelar adipati, mendapat payung kuning, dan Bintang Oranye Nassau, sehingga mendapat sebutan Dalem Bintang.
Dalem Bintang wafat. Penggantinya adalah Raden Rangga Wiratanuwangsa, putranya Dalem Bogor. Setelah menjadi bupati, diganti namanya menjadi R.T. Wiraadiningrat, bupatui Sukapura XIII. Pada masa ini, ibukota Sukapura dipindahkan dari Manonjaya ke Tasikmalaya. Dia bupati pertama yang mendapat gelar aria, sehingga terkenal dengan sebutan Dalem Aria.
Setelah wilayah afdeeling Mangunreja menjadi bawahan Sukapura, dan afdeeling Cikajang menjadi bawahan Kabupaten Limbangan, sedangkan Distrik Malangbong dibagi dua, yakni sebagian bawahan Limbangdan dan sebagian bawahan Sumedang. Sejak itulah, Sukapura berubah nama menjadi Tasikmalaya.
Pada awalnya daerah yang disebut Sukapura itu bernama Tawang atau Galunggung. Sering juga disebut Tawang-Galunggung. Tawang berarti ‘sawah’ atau ‘tempat yang luas terbuka’. Penyebutan Tasikmalaya muncul untuk pertama kali setelah Gunung Galunggung meletus sehingga wilayah Sukapura berubah menjadi Tasik ‘danau, laut’ dan malaya dari (ma)layah bermakna ‘ngalayah (bertebaran)’ atau ‘deretan pegunungan di pantai Malabar (India)’. Tasikmalaya mengandung arti ‘keusik ngalayah’, maksudnya banyak pasir di mana-mana.


Share |